Kamis, Februari 28, 2008

KEMISKINAN DAN PEKERJA ANAK

Bismilahirahmanirahim,

Kemiskinan sampai saat ini masih merupakan gambaran kehidupan sebagian masyarakat di dunia, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. kita menyadari bahwa miskin dan kaya adalah persoalan abadi yang selama ini telah banyak diperdebatkan selama berabad-abad dan hingga saat kini tak kunjung ada penyelesaiannya. Di lihat dari sudut pandang ekonomi, kemiskinan memang dikaitkan dengan permasalahan pendapatan. Namun karena difinisi ini tadak mampu menjelsakan secara tuntas permasalahan kemiskinan, maka difinisi secara plural soal kemiskinan harus dilakukan. Max Nef et all mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya kebutuhan dasar atau esensial individu sebagai manusia. Sementara menurut Chambers (1983) kemiskinan terutama dipedesaan mempunyai lima karakteristik yang saling terkait yaitu kemiskinan material, kelemahan fisik, keterkucilan dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidak berdayaan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di tahun 2007 sebesar 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia. Dalam banyak kasus kemiskinan banyak menciptakan terjadinya pekerja anak, dan kemiskinan jugalah yang menggiring pekerja anak ke suatu titik dimana mereka nantinya juga akan melahirkan generasi baru yang sama atau mungkin lebih miskin dari mereka. Tanpa masa kanak-kanak, pada masa ketika dasar-dasar kemampuan manusia dikembangkan. Kemiskinan diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya dimana pekerja anak merupakan perantara aktif yang menyebabkan lingkaran setan kemiskinan tetap lestari, sekaligus menyebabkan kemampuan nasional untuk memerangi kemiskinan secara keseluruhan terus menurun.

Menurut International Labour Organization (ILO) pada tahun 2007 jumlah pekerja anak di Indonesia masih cukup besar yaitu 2,6 juta jiwa. Anak-anak bekerja diberbagai sektor dan bentuk pekerjaan. Namun sebagian besar dari mereka bekerja disektor pertanian keluarga dan diperusahaan manufaktur serta perdagangan skala kecil. Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 lalu telah mengubah strutur pekerja anak akibat dari perubahan secara signifikan dalam pasar tenaga kerja. Terjadi informalisasi pekerja anak, jumlah anak-anak yang bekerja diberbagai sektor meningkat tajam, semua itu mencerminkan adanya gelombang pekerja anak yang memasuki sektor informal. Krisis ekonomi yang hingga saat ini tak kunjung teratasi dengan baik menyebabkan semakin banyaknya anak-anak bekerja pada pekerjaan yang tidak menyenangkan, yang tidak diatur dengan jelas, tidak terlindungi dan tidak formal. Bahkan banyak anak-anak yang terperangkap pada pekerjaan yang berbahaya atau istilah ILO disebut dengan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA).

Divinisi Anak Dan Pekerja Anak

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) No. 23 tahun 2002 yang dimaksud dengan anak adalah sebagai berikut :

Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan.

Manurut Undang-Undang Ketenaga Kerjaan No. 13 tahun 2003 yang dimaksud dengan pekerja anak adalah :

Anak, baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yang mengganggu atau menghambat proses tumbuh kembang dan membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental anak.

Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA)

Dunia internasional memberikan perhatian khusus terhadap bentuk-bentuk terburuk dan sifat pekerja anak. sebagai negara yang pertama kali menanda tangani Konvensi ILO 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (BPTA), pada tahun 2002 Indonesia telah menetapkan satu langkah yang signifikan kearah penghapusan pekerja anak, terutama jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori pekerjaan terburuk untuk anak. keputusan presiden No. 59 tahun 2002 tentang rencana aksi nasional penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk Untuk Anak (BPTA) ada 13 bentuk pekerjaan.

Adapun 13 Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk anak adalah sebagai beriku:

1. Mempekerjakan anak-anak sebagai pelacur;
2. Mempekerjakan anak-anak di pertambangan;
3. Mempekerjakan anak-anak sebagai penyelam mutiara;
4. Mempekerjakan anak-anak di bidang kontruksi;
5. Menugaskan anak-anak di anjungan penangkapan ikan lepas pantai (yang di Indonesia disebut jermal);
6. Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung;
7. Melibatkan anak-anak dalam pembuatan dan kegiatan yang menggunakan bahan peledak;
8. Mempekerjakan anak-anak di jalanan;
9. Mempekerjakan anak-anak sebagai tulang punggung keluarga;
10. Mempekerjakan anak-anak di industri rumah tangga; (cottage industries);
11. Mempekerjakan anak-anak di perkebunan;
12. Mempekerjakan anak-anak dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha penebangan kayu untuk industri atau mengolah kayu untuk bahan bangunan dan pengangkutan kayu gelondongan dan kayu olahan;
13. Mempekerjakan anak-anak dalam berbagai industri dan kegiatan yang menggunakan bahan kimia berbahaya.

Dan program aksi telah menetapkan 5 dari 13 jenis pekerjaan terburuk sebagai prioritas dalam lima tahun pertama pada pelaksanaan program yang direncanakan berlangsung selama 20 tahun kedepan. Kelima bentuk pekerjaan terburuk itu adalah :

1. Anak-anak yang terlibat dalam penjualan, produksi dan perdagangan narkoba.
2. Anak-anak yang diperdagangkan untuk dijadikan pelacur (AYLA).
3. Anak-anak yang bekerja di penangkapan ikan lepas pantai (Jermal).
4. Anak-anak yang bekerja di sektor pertambangan.
5. Anak-anak yang bekerja di sektor pembuatan alas kaki.

Saat ini rencana aksi nasional sudah memasuki tahap kedua, yang dalam tahap kedua ini ada beberapa sasaran yang ingin dicapai setelah 10 tahun kedepan yaitu:

a. Replikasi model penghapusan BPTA yang telah dilaksanakan pada tahap pertama di daerah lain;
b. Berkembangnya program penghapusan pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak lainnya;
c. Tersedianya kebijakan dan perangkat pelaksanaan untuk penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk anak (BPTA).

Dampak Anak-Anak Bekerja

Secara khusus dampak dari anak-anak bekerja pada masing-masing sektor berbeda seperti dampak anak yang bekerja di sektor pertambangan sangat berbeda dengan dampak anak-anak yang bekerja di sektor penjualan, produksi dan perdagangan narkoba. Namun dari berbagai sektor pekerjaan yang dilakukan anak-anak dapat disimpulkan secara umum dampak yang terjadi pada anak-anak.

Adapun dampak anak-anak bekerja secara umum adalah sbb:

1. Tidak memiliki waktu luang untuk bermain;
2. Terganggunya proses tumbuh kembang anak;
3. Terganggunya kesehatan fisik dan mental anak;
4. Rasa rendah diri atau kurang percaya diri dalam pergaulan;
5. Rentan terhadap perlakuan diskriminasi;
6. Rentan mengalami kecelakaan kerja;
7. Rentan terhadap perlakuan tindak kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan;
8. Rentan menciptakan generasi yang miskin. (dari pekerja anak melahirkan pekerja anak);
9. Masa depan suram karena pendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan;
10. Tidak mampu bersaing dengan pihak lain dalam era globalisasi.
11. dll

Kebijakan Pemerintah Yang Terkait Dengan BPTA

Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah berhasil meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan, namun kemiskinan dan faktor-faktor lainnya telah menyebabkan anak-anak putus sekolah dan mendorong mereka masuk ke dalam angkatan kerja sebelum menyelesaikan pendidikan dasar. Banyak dari anak-anak yang rentan terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. untuk mengatasi hal ini, berbagai peraturan perundangan baru di Indonesia telah mengakui bahwa anak usia dibawah 18 tahun membutuhkan perlindungan khusus terhadap bahaya pekerjaan dan eksploitasi. Peraturan perundangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kepres No. 59 tahun 2002 tentang rencana aksi nasional (RAN) penghapusan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (BPTA).
2. Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) yang bertujuan untuk melindungi anak dari eksploitasi dan seksual.
3. Undang-Undang Ketenaga Kerjaan N0. 13 tahun 2003 yang memberikan kerangka hukum baru mengenai pekerjaan bagi anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun.
4. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menjamin bahwa anak-anak harus menyelesaikan pendidikan dasar pada usia 15 tahun.
5. Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) yang memberikan perlindungan terhadap anak yang diperdagangkan dan diekploitasi.

Demikianlah sekilas tulisan saya tentang kemiskinan dan pekerja anak pada blog ini, mungkin ada kekurangan di sana sini. Dan kalau apa yang saya sampaikan ini benar, saya menganggap semuanya dari Allah SWT. Namun jika ternyata apa yang saya sampaikan salah, maka semuanya berasal dari diri saya sendiri. Akhirnya hanya kepada Allah jua lah saya mengembalikan segala persoalan, sambil kita berikhtiyar mencari solosi yang terbaik untuk kepentingan kita semua.

Wallahu’alam bisshawwab,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Copyright © 2008 - mustaqim.

Rabu, Februari 27, 2008

PENGUATAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM CD


PENDAHULUAN
Bismilahirahmanirahim,

Pada tahun 2007, kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum masih sangat memprihatinkan. Jumlah penduduk miskin masih cukup besar, dan tidak mengalami perubahan secara signifikan meski berbagai usaha telah dilakukan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di tahun 2006 meningkat menjadi 39,05 juta orang dari tahun sebelumnya yang berjumlah 35 juta orang. Di tahun 2007, meski pemerintah melalui BPS telah mengumumkan jumlah penduduk miskin turun menjadi 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia selama periode bulan Maret 2006-2007

Kondisi seperti disebutkan diatas sangatlah ironi karena kita semua telah mengetahui bahwa negeri kita Indonesia ini amatlah kaya, kandungan kekayaan yang terdapat dalam hamparan daratan dan lautan dari sabang sampai merauke tak terhingga jumlahnya, baik berupa kekayaan hutan, perkebunan, perikanan, maupun pertambangan dll. Namun mengapa semua kekayaan itu tidak berpengaruh terhadap perubahan kualitas mayoritas kehidupan rakyatnya? Sejauh ini rakyat justru terus-menerus didera kemiskinan. Ternyata kemiskinan rakyat berlangsung diatas kekayaan alam negerinya sendiri. Pada dasarnya, kaya-miskin adalah fenomena permanen yang tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan. Yang menjadi masalah adalah jumlah kemiskinan yang begitu besar dan tingkat kesenjangannya yang amat tajam serta ketidakadilan yang bersumber dari berbagai kebijakan pemerintah masa lalu, seperti kebijakan pembangunan industri, perumahan, transportasi, kesehatan dan pendidikan yang selalu menguntungkan masyarakat kaya. Menurut Musa Asy’ari Guru Besar Pemikiran Islam UIN Yogyakarta, pemiskinan tidak hanya terjadi dalam kehidupan ekonomi saja tetapi juga terjadi pada aspek budaya. Pemiskinan budaya dimulai dari biaya pendidikan yang kian mahal sehingga hanya golongan orang-orang kaya saja yang bisa menikmati pendidikan yang berkualitas. Akhirnya masyarakat miskin yang tidak mampu menikmati pendidikan akan tetap dan bahkan semakin terpuruk kondisinya.

Usaha untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan keterbelakangan sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Jauh sebelum reformasi pemerintahan Indonesia pada tahun 1997 terjadi, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal yang didukung oleh berbagai LSM International telah memulai perhatiannya terhadap persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan keterbelakangan dengan mengunakan berbagai metode pendekatan program pembangunan dalam menguatkan keberdayaan dan status penduduk miskin yang tertinggal di Indonesia. Metode pendekatan pembangunan yang paling populer digunakan adalah Community Development (CD). Setelah berjalan begitu lama pendekatan ini telah banyak mengalami perkembangan. Dan sekarang metode pendekatan ini sudah banyak di adopsi oleh pemerintah di negara-negara berkembang dan perusahaan-perusahaan yang menjalankan program Corporate Social Responsility (CSR).

PENGERTIAN

Penguatan masyarakat sipil adalah melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin, marjinal, terbelakang dan tertindas dari pihak yang kuat atau berkuasa agar masyarakat sipil bisa hidup mandiri dan memiliki status posisi tawar yang kuat dengan pihak lain. kegiatan ini di kalangan para aktifis pemerhati masyarakat biasa disebut dengan pemberdayaan masyarakat, pembangunan masyarakat atau pengembangan masyarakat yang dalam bahasa kerennya disebut dengan Community Development (CD). Jadi CD adalah merupakan suatu bentuk metode pendekatan pembangunan yang biasa di pakai oleh pemerhati masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik lokal, nasional maupun international dalam memerangi kemiskinan atau keterbelakangan dan pendekatan ini menititik beratkan pada pengembangan sumberdaya masyarakat lokal yang ada.

DINAMIKA PERKEMBANGAN COMMUNITY DEVELOPMENT (CD)

Model pendekatan pembangunan “Community Development (CD)” yang oleh para praktisi pembangunan sering diterjemahkan sebagai pembangunan masyarakat, pengembangan masyarakat, maupun pemberdayaan masyarakat, merupakan sebuah wacana pendekatan pembangunan yang telah dimulai sejak periode 1960-an. Periode dimana secara global masyarakat dunia telah pulih dari perang dunia ke II dan mulai menapak jalan kesejahteraan. Pada periode itu persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan mulai mendapatkan perhatian kalangan yang lebih luas dan mendorong berkembangnya wacana dan praktek Community Development (CD).

Dalam perspektif sejarah tataran global, perkembangan pendekatan pembangunan CD setidaknya dapat dibagi menjadi empat dasawarsa yaitu:

1. Dasawarsa 1960
2. Dasawarsa 1970
3. Dasawarsa 1980
4. Dasawarsa 1990

Dasawarsa 1960, istilah CD banyak digunakan untuk menyebut beragam aktifitas seperti investasi di dalam infrastruktur, riset, dan pengembangan teknologi tepat guna. Tujuan dari investasi ini adalah mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan dengan mendorong berkembangnya sektor produktif dari masyarakat dengan terutama meningkatkan produktifitas. Motor dari kegiatan CD pada dekade ini adalah pemerintah. Masyarakat khususnya yang miskin hanya menjadi objek pasif yang menunggu inisiatif pemerintah. Kalaupun ada keterlibatan masyarakat umumnya dalam bentuk mobilisasi yang diperlukan untuk melaksanakan efisiensi.

Dasawarsa 1970, terjadi perpindahan penekanan dari fasilitasi dan dukungan dari sektor-sektor produktif kearah sektor-sektor sosial. Latar belakang perpindahan ini adalah kesadaran bahwa peningkatan produktifitas hanya akan terjadi manakal variabel-variabel yang menahan orang miskin tetap miskin misalnya pendidikan dan kesehatan dapat dibantu dari luar. Dengan demikian berbagai program populis seperti penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, air bersih dan semacamnya menjadi aktifitas utama. Pemerintah masih menjadi subjek utama dan masyarakat masih menjadi objek.

Dasawarsa 1980, ditandai dengan berkembangnya kesadaran adanya aktor lain yang memiliki potensi untuk terlibat didalam CD. Aktor tersebut adalah sektor swasta termasuk didalamnya berbagai organisasi non pemerintah baik lokal, nasional maupun internasional. Dalam kaitan dengan sektor swasta, berbagai fasilitas dan privilese yang telah diberikan pemerintah untuk mendukung pengembangan usaha mereka dituntut untuk dikompensasi dalam bentuk dukungan terhadap berbagai program pembangunan sosial yang dilaksanakan pemerintah. Hal ini dilaksanakan melalui misalnya pengembangan kerjasama, akses pasar, hubungan intiplasma dan sebagainya. Keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan sosial ini yang kemudian dibingkai dalam terminologi “Tanggung Jawab sosial Perusahaan (CSR)” . pada periode ini organisasi non pemerintah perannya mulai diakui dan diterima sebagai kontribusi dari masyarakat. Berbagai kerjasama antara pemerintah, perusahaan dan organisasi non pemerintah (NGO) mulai berkembang.

Dasawarsa 1990, adalah dasawarsa yang diwarnai dengan beragam pendekatan seperti pendekatan integral, pendekatan stakehoder, pendekatan sistem dan proses maupun pendekatan civil society (masyarakat sipil). Berbagai pendekatan tersebut mempengaruhi praktek CD dan mengedepankan aktor lain yaitu organisasi masyarakat sipil sebagai pelaku kunci dari CD. CD menjadi aktifitas yang lintas sektor karena mencakup baik aktifitas sosial maupun produktif dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak.

Akar dari arah perkembangan CD ini adalah meluasnya pemahaman kemiskinan dan keterbelakangan sebagai permasalahan bersama dan kompleks dimana semua pihak turut terlibat dan bertanggung jawab. Dimana yang terjadi pada dasawarsa 90 dan berikutnya sudah tidak lagi pada pentingnya mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan akan tetapi lebih pada bagaimana caranya dan apa yang menjadi prioritas.

PERAN MASYARAKAT

Pelaksanaan program community development untuk menguatkan masyarakat sipil bila ditinjau dari aspek peran masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk kategori yaitu:

1. Pembangunan untuk masyarakat (Development for community),
2. Pembangunan dengan masyarakat (Development with Community),
3. Pembangunan oleh masyarakat (Development of community).

Pembangunan untuk masyarakat (Development for community) adalah bentuk praktek pembangunan masyarakat yang pada dasarnya masyarakat hanya menjadi obyek pembangunan karena inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh pihak aktor dari luar. Walaupun aktor dari luar ini telah melakukan penelitian, melakukan konsultasi, dan melibatkan tokoh setempat namun apabila keputusan dan sumberdaya pembangunan berasal dari luar maka pada dasarnya masyarakat tetap menjadi objek pembangunan. Hal ini dapat terjadi apabila masyarakat yang kesadaran dan budayanya terdominasi. Agar pendekatan dapat cukup efektif maka menurut Paulo Freire diperlukan pendidikan yang membebaskan (Liberative Education) bagi masyarakat untuk mengembangkan kesadaran kritis dan budaya tanding (Counter Culture) yang sesuai. Berbagai temuan lapangan menunjukkan bahwa development for community saja hanya akan menimbulkan ketergantungan yang semakin besar dari masyarakat.

Pembangunan dengan masyarakat (Development with Community) ditandai secara khusus dengan kuatnya pola kolaborasi antara aktor dari luar dengan masyarakat setempat. Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumberdaya yang dipakai berasal adari kedua belah pihak. Bentuk CD ini adalah yang paling populer dan banyak diaplikasikan oleh berbagai pihak. Dasar pikiran pola ini adalah dapat dikembangkannya sinergi dari potensi yang dilmiliki oleh masyarakat lokal dengan yang dikuasai oleh aktor dari luar. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan juga diharapkan dapat mengembangkan rasa memiliki terhadap inisiatif pembangunan yang ada sekaligus membuat proyek pembangunan menjadi lebih efisien.

Pembangunan oleh masyarakat (Development of community) adalah proses pembangunan yang baik inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat menjadi pemilik dari semua proses pembangunan. Paran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai sistem pendudkung bagi proses pembangunan. Bentuk CD seperti ini yang diedealkan oleh berbagai pihak khususnya LSM dan pemerintah, namun dalam kenyataannya komunitas yang mampu membangun dirinya sendiri tidaklah terlalu banyak. Dan untuk mengarah pada bentuk pendekatan CD ini berbagai program peningkatan kapasitas (Capacity Building) untuk masyarakat lokal harus banyak dilakukan dengan harapan bila kapasitas masyarakat meningkat maka mereka akan mampu membangun dirinya sendiri.

Uraian Peran Pelaku Dari Tiga Model CD :

Development For Community :
Aktor Utama : Aktor dari luar
Bentuk Hubungan : Sosialisasi
Pengambilan Keputusan : Aktor dari luar
Pelaksana : Aktor dari luar
Bentuk Kegiatan : Proyek

Development With Coomunity
Aktor Utama : Aktor dari luar bersama masyarakat lokal
Bentuk Hubungan : Konsultasi-Kolaborasi
Pengambilan Keputusan : Aktor dari luar bersama masyarakat lokal
Pelaksana : Aktor dari luar bersama masyarakat lokal
Bentuk Kegiatan : Proyek dan Program

Development Of Community :
Aktor Utama : Masyarakat lokal
Bentuk Hubungan : Self mobilization, Empowerment
Pengambilan Keputusan : Masyarakat lokal
Pelaksana : Masyarakat lokal
Bentuk Kegiatan : Pengembangan sistem dan Penguatan kelembagaan

Uraian di atas menunjukkan bahwa ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat lokal. Perbedaan yang ada lebih berada pada sarana yang dipakai. Efektifitas sarana ini sangat ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada masyarakat tertentu mungkin pendekatan Development for community lebih sesuai sementara pada masyarakat lain Development with community justru yang dibutuhkan. Faktor utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah sejauh mana kelembagaan masyarakat telah berkembang. Pada masyarakat yang kelembagaannya sudah lebih berkembang Development of community akan lebih tepat.

ASPEK DAN SEKTOR COMMUNITY DEVELOPMENT (CD)

Setelah bejalan sekian lama, saat ini CD telah mengalami perkembangan pengayaan yang lebih luas sehingga menjadi sebuah pendekatan pembangunan yang multi aspek dan multi sektor। Di bawah ini penjelasan multi aspek dan multi sektor dari CD :

ASPEK :
Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Lingkungan, Tehknologi, dll.

SEKTOR :
Pertanian, Pendidikan, Peternakan, Kelautan, Pemerintahan, dll.

Peluang dan kemampuan masyarakat untuk bisa akses pada proses pengambilan keputusan politik, akses pada sumberdaya ekonomi, akses pada akseptasi dan penghargaan sosial, akses pada teknologi terapan, Kapasitas (Kemampuan) untuk memperjuangkan aspirasi politik, kapasitas untuk mengelola usaha ekonomi produktif, kapasitas untuk mengelola perubahan sosial budaya, kapasitas untuk memanfaatkan teknologi terapan secara optimal.

Kelembagaan masyarakat dapat dijadikan basis politik, kelembagaan masyarakat dapat dijadikan mobilisasi sumberdaya ekonomi, kelembagaan masyarakat dapat dijadikan basis perubahan sosial, kelembagaan masyarakat dapat menjadi basis proses pembelajaran dan pengembangan sehinga masyarakat menjadi kuat.

Proses diatas jelas menunjukkan bahwa CD pada saat ini telah menjadi wacana dan praktek pengembangan masyarakat pada lintas sektoral. Pengembangan CD menjadi sangat luas cakupannya karena disebabkan oleh adanya pengenalan bahwa persoalan kemiskinan dan keterbelakangan merupakan persoalan yang sangat spesifik dan memiliki karakteristik yang berbeda untuk setiap tempat. Melakukan generalisasi persoalaln kemiskinan dan keterbelakangan seperti telah banyak dilakukan oleh pemerintah di negara-negara berkembang hanya mengasilkan dampak yang tidak nyata dan sebaliknya sering kali merusak berbagai modal (Human capital, nature capital, social capital, financial capital, physical capital) yang telah dimiliki oleh masyarakat.

KARAKTERISTIK COMMUNITY DEVELOPMENT (CD)

Ada berbagai pendekatan pembangunan yang juga sering digunakan oleh pemerhati masyarakat dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan keterbelakangan selain pendekatan Community Development (CD). Seperti Community organizing (CO), Pendekatan Sektoral, Rural Development, dll. Namun CD memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan tersebut, karakteristik-karakteristik CD secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sebuah Proses “Akar Rumput”
Merupakan proses yang terjadi di masyarakat lokal dan dilaksanakan didalam konteks mereka. Jadi pendekatan Community Development (CD). bukanlah proses yang didesain dan diproses dari atas. Pendekatan CD dikembangkan dan dilaksanakan dilapangan dimana lokal hidup dan dimana permasalahan kemiskinan serta keterbelakangan terjadi.

Pengembangan Keswadayaan (Self Relience),
Banyak kegiatan yang dinamakan Community Development (CD) namun namun dalam kenyataanya justru menumbuhkan ketergantungan masyarakat lokal terhadap aktor luar. Apabila hal ini terjadi, maka kegiatan yang dilakukan pada dasarnya bukanlah CD, karena CD pada dasarnya adalah upaya untuk masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, ringkasnya membuat masyarakat menjadi lebih ber-swadaya.

Pengembangan Komunitas Pembelajar (Learning Community),
Hidup ber-swadaya menuntut masyarakat lokal untuk mampu belajar dari pengalamannya sendiri untuk menjawab tantangan yang akan muncul dikemudian hari dan juga mampu memberdayakan diri mereka sendiri.

Pengurangan Kerentanan dan kemiskinan secara kongrit
Indikator keberhasilan CD bukan sekedar bahwa kegiatan yang direncanakan telah dilaksanakan (output). Apapun kegiatannya dan oleh siapa saja, program CD hanya akan dianggap berhasil bila mampu mengurangi kerentanan dan kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat secara kongrit. Indikator-indikator pembangunan sosial seperti yang dikembangkan dalam Millenium Development Goal (MDG) adalah merupakan contoh indikator yang dapat dipakai untuk menentukan apakah program CD sungguh-sungguh dapat menjawab tantangan kemiskinan atau tidak. Pengembangan peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan sebagai pintu masuk persoalan yang paling mendesak bagi masyarakat miskin dan terbelakang adalah ketidaktersediaan peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan. Tanpa menjawab ini terlebih dahulu akan sangat sulit berbagai sektor dan aspek dari CD yang lain dapat dilaksanakan serta dampak dari CD yang berkelanjutan. Peluang ekonomi dan matapencaharian yang berkelanjutan juga merupakan prasyarat agar masyarakat menjadi berswadaya.

Penguatan Modal Masayarakat
Pada setiap komunitas masyarakat miskin, selalu terdapat berbagai modal (Human capital, nature capital, sicial capital, financial capital, phisycal capital) yang memampukan mereka bertahan dalam situasi kemiskinan dan keterbelakangan. Modal ini seringkali sangat terbatas dan terdistribusi secara tidak merata. Pendekatan CD menuntut untuk pertama-tama mengidentifikasi berbagai modal yang ada di masyarakat, seberapa besar, bagaimana ditribusinya, dan kemudian modal mana yang paling perlu untuk diperkuat sehingga meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi tantangan kehidupan yang mereka hadapi.

Penyeimbang Tujuan Sosial, Ekonomi, Budaya dan Lingkungan.
Pada pelaksanaan program CD sering kali justru terjadi mengubah keseimbangan elemen-elemen dalam masyarakat yang ada. Apabila hal ini terjadi maka dalam jangka panjang akan merugikan masyarakat lokal. CD sebaiknya dilaksanakan dengan mempertahankan perspektif keseimbangan yang ada di masyarakat lokal. Dengan kata lain program CD perlu menjadi upaya pembangunan yang berkelanjutan dalam skala lokal (Local Sustainable development).

PENUTUP

Akhirnya CD adalah wacana dan praktek yang senantiasa berkembang untuk dapat menjawab tantangan kemiskinan dan keterbelakangan secara efektif . CD bukanlah respon sesaat pada issu atau kecenderungan tertentu yang berkembang dalam wacana pembangunan. Sebaliknya CD adalah upaya yang sadar, sistematis, dan menyeluruh yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang merasa kemiskinan dan keterbelakangan adalah pelanggaran atas harkat dan martabat manusia. Dalam perspektif ini, dimanakah posisi dan sejauhmana komitmen pemerintah dan para penggiat pemberdayaan masyarakat?.

Demikianlah sekilas tulisan saya tentang penguatan masyarakat sipil sebagai pembuka dalam mengawali diskusi pada blog ini, mungkin ada kekurangan di sana sini. Dan kalau apa yang saya sampaikan ini benar, saya menganggap semuanya dari Allah SWT. Namun jika ternyata apa yang saya sampaikan salah, maka semuanya berasal dari diri saya sendiri. Akhirnya hanya kepada Allah jua lah saya mengembalikan segala persoalan, sambil kita berikhtiyar mencari solosi yang terbaik untuk kepentingan kita semua.

Alhamdulillahi Robbil Alamien,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Copyright © 2008- mustaqim.

PERKENALAN

Bismilahirahmanirahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Dasar pikiran saya dalam menciptakan blog ini adalah sebagai wahana komunikasi, bertukar pikiran, pengalaman dan gagasan atas dasar prinsip saling menghormati antar sesama, yang barangkali akan bermanfaat untuk menambah wawasan dalam menyikapi berbagai persoalan yang terjadi disekitar kita.

Mungkin saja apa yang saya sampaikan bersifat subyektif karena didasarkan pada titik pandang, pengalaman, falsafah dan keyakinan yang saya miliki, saya menyadari bahwa subyektifitas dan obyektifitas adalah persoalan abadi yang dalam filsafat ilmu pengetahuan telah diperdebatkan selama berabad-abad dan hingga saat ini tak kunjung selesai. Namun apa yang saya sampaikan tetaplah didasarkan atas niat dan keyakinan yang baik. Agar kita dapat mencari alternatif solosi permasalahan yang terbaik. Dan selanjutnya mungkin bisa menuntun sikap batin, intelektual dan prilaku kita dalam bertindak.

Saya hanyalah seorang hamba Allah yang dhaif, Saya dilahirkan di kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur, Indonesia, pada tanggal 1 September 1970. Daerah tempat kelahiran saya merupakan daerah yang memiliki kebesaran dan kejayaan masa silam, pada masa Kerajaan Kediri dengan rajanya yang terkenal yaitu bernama Jayabaya, Kota Kediri kini telah berkembang menjadi sebuah kota yang sangat dinamis pada hampir semua sektor kehidupan masyarakatnya. Saya anak pertama dari 3 bersaudara, semuanya laki-laki. Latar belakang keluarga saya petani, pendidikan terakhir saya perguruan tinggi jurusan pendidikan agama Islam (S1), dan ketika kuliah saya pernah menjadi ketua senat mahasiswa .

Saya juga pernah menjadi aktifis organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) selama 10 (selama sepuluh) tahun, dari mulai menjadi pengurus Komisariat, Pengurus Daerah sampai pada Pengurus wilayah Jawa Timur pada tahun 1989 sampai tahun 1999. Setelah itu saya bekerja di kabupaten Bekasi-Jawa barat, di Bekasi saya bekerja pada salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen pada persoalan perlindungan anak dalam konteks penanganan dan penghapusan pekerja anak. Di tempat kerja inilah saya mulai mengenal program-program yang terkait dengan pekerja anak dan community development (CD). Pada akhir tahun 2003 sampai akhir 2004 saya bekerja pada sebuah lembaga swadaya masyarakat nasional yang bernama JARAK di Jakarta. LSM ini merupakan sebuah konsorsium / jaringan LSM-LSM yang konsen pada persoalan perlindungan anak dalam konteks penanganan dan penghapusan pekerja anak dan anggotannya tersebar di seluruh pelosok Indonesia. pada saat itu saya menjalankan program advokasi dan perlindungan pekerja anak yang bekerja di sektor rumah tangga yaitu PRT anak, program tersebut didukung oleh LSM International (Unicef).

Pada tahun 2005 hingga 2006 saya bekerja di propinsi Aceh yang pada bulan Desember 2004 daerah tersebut diterjang bencana gempa bumi dan gelombang tsunami. Di Aceh saya menangani proyek pemulihan ekonomi yang di danai oleh LSM international, Asia Pasific Ecomomic Cooperation (APEC). Selanjutnya saya bergabung dengan LSM Internasional Belanda yaitu CORDAID Nederland di kabupaten Simeulue propinsi Aceh yang mengani proyek rekontruksi sekolah di sebagian besar daerah Simeulue. Posisi saya sebagai community development (CD) officer. Dan terakhir saya bekerja di Aceh sebagai Manager program Community Driven Regeneration (CDR) di International Rescue Committee (IRC).

Pada awal tahun 2007 saya kembali lagi ke Jakarta dan bekerja pada serikat pekerja PT. Jakarta International Container Terminal (JICT). Lembaga perusahaan ini saya sebagai manager Port Workers Child Empowerment Program. Program yang dijalankan adalah memberikan layanan beasiswa pada anak-anak yang mengalami resiko tinggi putus sekolah, layanan rumah belajar anak untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan ketrampilan anak-anak dan pemberdayaan masyarakat buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang berada di sekitar pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara.

Pada tahun 2008 saya diminta untuk menjadi community development advisor (CDA) di departemen corporate affair PT. Jakarta International Container Terminal (JICT). Yang mana pekerjaanya memberikan technical support dan mengembangkan model pendekatan program community development (CD) untuk menguatkan kapasitas masyarakat. Program-program sosial (community Development) PT. JICT dikelola dengan dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.

Itulah sekedar perkenalan diri saya. Saya tidak bermaksud berpanjang kalam dalam perkenalan ini. Saya mohon ma’af bila ada hal-hal yang tak berkenan di hati para pembaca dan akhirnya melalui blog ini, saya akan mencoba untuk menuangkan pikiran-pikiran saya, perasaan saya dan tanggapan saya terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan yang terjadi di sekitar kita. Saya mohon maaf apabila dalam penyampaian nantinya ada hal yang tak sengaja menyinggung perasaan para pengunjung blog saya ini. Dan untuk kelancaran berkomunikasi saya mengajak menggunakan bahasa Indonesia agar tidak terjadi salah paham atau salah persepsi terhadap tulisan yang saya sampaikan. Atas segala tanggapan, komentar, dan masukan yang berharga dari semua teman yang berminat dengan blog ini saya sampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.

Alhamdulillahirabbil’alamien,
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.