Kamis, Februari 28, 2008

KEMISKINAN DAN PEKERJA ANAK

Bismilahirahmanirahim,

Kemiskinan sampai saat ini masih merupakan gambaran kehidupan sebagian masyarakat di dunia, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. kita menyadari bahwa miskin dan kaya adalah persoalan abadi yang selama ini telah banyak diperdebatkan selama berabad-abad dan hingga saat kini tak kunjung ada penyelesaiannya. Di lihat dari sudut pandang ekonomi, kemiskinan memang dikaitkan dengan permasalahan pendapatan. Namun karena difinisi ini tadak mampu menjelsakan secara tuntas permasalahan kemiskinan, maka difinisi secara plural soal kemiskinan harus dilakukan. Max Nef et all mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya kebutuhan dasar atau esensial individu sebagai manusia. Sementara menurut Chambers (1983) kemiskinan terutama dipedesaan mempunyai lima karakteristik yang saling terkait yaitu kemiskinan material, kelemahan fisik, keterkucilan dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidak berdayaan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di tahun 2007 sebesar 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia. Dalam banyak kasus kemiskinan banyak menciptakan terjadinya pekerja anak, dan kemiskinan jugalah yang menggiring pekerja anak ke suatu titik dimana mereka nantinya juga akan melahirkan generasi baru yang sama atau mungkin lebih miskin dari mereka. Tanpa masa kanak-kanak, pada masa ketika dasar-dasar kemampuan manusia dikembangkan. Kemiskinan diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya dimana pekerja anak merupakan perantara aktif yang menyebabkan lingkaran setan kemiskinan tetap lestari, sekaligus menyebabkan kemampuan nasional untuk memerangi kemiskinan secara keseluruhan terus menurun.

Menurut International Labour Organization (ILO) pada tahun 2007 jumlah pekerja anak di Indonesia masih cukup besar yaitu 2,6 juta jiwa. Anak-anak bekerja diberbagai sektor dan bentuk pekerjaan. Namun sebagian besar dari mereka bekerja disektor pertanian keluarga dan diperusahaan manufaktur serta perdagangan skala kecil. Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 lalu telah mengubah strutur pekerja anak akibat dari perubahan secara signifikan dalam pasar tenaga kerja. Terjadi informalisasi pekerja anak, jumlah anak-anak yang bekerja diberbagai sektor meningkat tajam, semua itu mencerminkan adanya gelombang pekerja anak yang memasuki sektor informal. Krisis ekonomi yang hingga saat ini tak kunjung teratasi dengan baik menyebabkan semakin banyaknya anak-anak bekerja pada pekerjaan yang tidak menyenangkan, yang tidak diatur dengan jelas, tidak terlindungi dan tidak formal. Bahkan banyak anak-anak yang terperangkap pada pekerjaan yang berbahaya atau istilah ILO disebut dengan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA).

Divinisi Anak Dan Pekerja Anak

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) No. 23 tahun 2002 yang dimaksud dengan anak adalah sebagai berikut :

Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak dalam kandungan.

Manurut Undang-Undang Ketenaga Kerjaan No. 13 tahun 2003 yang dimaksud dengan pekerja anak adalah :

Anak, baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yang mengganggu atau menghambat proses tumbuh kembang dan membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental anak.

Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA)

Dunia internasional memberikan perhatian khusus terhadap bentuk-bentuk terburuk dan sifat pekerja anak. sebagai negara yang pertama kali menanda tangani Konvensi ILO 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (BPTA), pada tahun 2002 Indonesia telah menetapkan satu langkah yang signifikan kearah penghapusan pekerja anak, terutama jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori pekerjaan terburuk untuk anak. keputusan presiden No. 59 tahun 2002 tentang rencana aksi nasional penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk Untuk Anak (BPTA) ada 13 bentuk pekerjaan.

Adapun 13 Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk anak adalah sebagai beriku:

1. Mempekerjakan anak-anak sebagai pelacur;
2. Mempekerjakan anak-anak di pertambangan;
3. Mempekerjakan anak-anak sebagai penyelam mutiara;
4. Mempekerjakan anak-anak di bidang kontruksi;
5. Menugaskan anak-anak di anjungan penangkapan ikan lepas pantai (yang di Indonesia disebut jermal);
6. Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung;
7. Melibatkan anak-anak dalam pembuatan dan kegiatan yang menggunakan bahan peledak;
8. Mempekerjakan anak-anak di jalanan;
9. Mempekerjakan anak-anak sebagai tulang punggung keluarga;
10. Mempekerjakan anak-anak di industri rumah tangga; (cottage industries);
11. Mempekerjakan anak-anak di perkebunan;
12. Mempekerjakan anak-anak dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha penebangan kayu untuk industri atau mengolah kayu untuk bahan bangunan dan pengangkutan kayu gelondongan dan kayu olahan;
13. Mempekerjakan anak-anak dalam berbagai industri dan kegiatan yang menggunakan bahan kimia berbahaya.

Dan program aksi telah menetapkan 5 dari 13 jenis pekerjaan terburuk sebagai prioritas dalam lima tahun pertama pada pelaksanaan program yang direncanakan berlangsung selama 20 tahun kedepan. Kelima bentuk pekerjaan terburuk itu adalah :

1. Anak-anak yang terlibat dalam penjualan, produksi dan perdagangan narkoba.
2. Anak-anak yang diperdagangkan untuk dijadikan pelacur (AYLA).
3. Anak-anak yang bekerja di penangkapan ikan lepas pantai (Jermal).
4. Anak-anak yang bekerja di sektor pertambangan.
5. Anak-anak yang bekerja di sektor pembuatan alas kaki.

Saat ini rencana aksi nasional sudah memasuki tahap kedua, yang dalam tahap kedua ini ada beberapa sasaran yang ingin dicapai setelah 10 tahun kedepan yaitu:

a. Replikasi model penghapusan BPTA yang telah dilaksanakan pada tahap pertama di daerah lain;
b. Berkembangnya program penghapusan pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak lainnya;
c. Tersedianya kebijakan dan perangkat pelaksanaan untuk penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk anak (BPTA).

Dampak Anak-Anak Bekerja

Secara khusus dampak dari anak-anak bekerja pada masing-masing sektor berbeda seperti dampak anak yang bekerja di sektor pertambangan sangat berbeda dengan dampak anak-anak yang bekerja di sektor penjualan, produksi dan perdagangan narkoba. Namun dari berbagai sektor pekerjaan yang dilakukan anak-anak dapat disimpulkan secara umum dampak yang terjadi pada anak-anak.

Adapun dampak anak-anak bekerja secara umum adalah sbb:

1. Tidak memiliki waktu luang untuk bermain;
2. Terganggunya proses tumbuh kembang anak;
3. Terganggunya kesehatan fisik dan mental anak;
4. Rasa rendah diri atau kurang percaya diri dalam pergaulan;
5. Rentan terhadap perlakuan diskriminasi;
6. Rentan mengalami kecelakaan kerja;
7. Rentan terhadap perlakuan tindak kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan;
8. Rentan menciptakan generasi yang miskin. (dari pekerja anak melahirkan pekerja anak);
9. Masa depan suram karena pendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan;
10. Tidak mampu bersaing dengan pihak lain dalam era globalisasi.
11. dll

Kebijakan Pemerintah Yang Terkait Dengan BPTA

Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah berhasil meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan, namun kemiskinan dan faktor-faktor lainnya telah menyebabkan anak-anak putus sekolah dan mendorong mereka masuk ke dalam angkatan kerja sebelum menyelesaikan pendidikan dasar. Banyak dari anak-anak yang rentan terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. untuk mengatasi hal ini, berbagai peraturan perundangan baru di Indonesia telah mengakui bahwa anak usia dibawah 18 tahun membutuhkan perlindungan khusus terhadap bahaya pekerjaan dan eksploitasi. Peraturan perundangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kepres No. 59 tahun 2002 tentang rencana aksi nasional (RAN) penghapusan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (BPTA).
2. Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) yang bertujuan untuk melindungi anak dari eksploitasi dan seksual.
3. Undang-Undang Ketenaga Kerjaan N0. 13 tahun 2003 yang memberikan kerangka hukum baru mengenai pekerjaan bagi anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun.
4. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menjamin bahwa anak-anak harus menyelesaikan pendidikan dasar pada usia 15 tahun.
5. Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) yang memberikan perlindungan terhadap anak yang diperdagangkan dan diekploitasi.

Demikianlah sekilas tulisan saya tentang kemiskinan dan pekerja anak pada blog ini, mungkin ada kekurangan di sana sini. Dan kalau apa yang saya sampaikan ini benar, saya menganggap semuanya dari Allah SWT. Namun jika ternyata apa yang saya sampaikan salah, maka semuanya berasal dari diri saya sendiri. Akhirnya hanya kepada Allah jua lah saya mengembalikan segala persoalan, sambil kita berikhtiyar mencari solosi yang terbaik untuk kepentingan kita semua.

Wallahu’alam bisshawwab,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Copyright © 2008 - mustaqim.