Selasa, April 01, 2008

ADA APA DENGAN PENDIDIKAN KITA

Bismilahirahmanirahim,

BAGI bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Sama dengan kebutuhan pangan, sandang dan perumahan. Bahkan, ada bangsa atau yang terkecil adalah keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama. Artinya, mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian, bahkan makanan, demi melaksanakan pendidikan anak-anaknya.

SEHARUSNYA negara juga demikian. Apabila suatu negara ingin cepat maju dan berhasil dalam pembangunan, prioritas pembangunan negara itu adalah pendidikan. Jika perlu, sektor-sektor yang tidak penting ditunda dulu dan dana dipusatkan pada pembangunan pendidikan.

PENDIDIKAN adalah merupakan kebutuhan dan hak bagi semua anak dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya। Hak atas pendidikan tersebut terdapat dalam konvensi hak anak (Convention on the right of the child (CRC) PBB. Pengertian mengenai pendidikan tidak hanya proses belajar anak dalam lembaga pendidikan formal saja seperti lembaga sekolah, tetapi juga meliputi pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan melalui kegiatan non formal maupun pendidikan yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga dan norma yang berlaku didalam keluarga maupun masyarakat yang diklasifikasikan sebagai pendidikan informal.

PASAL 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya"। Janji pemerintah ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003, dan ditandatangani Presiden 8 Juli 2003.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) antara lain disebutkan: Pertama, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu" (Pasal 5 Ayat (1)). Kedua, "setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar" (Pasal 6 Ayat (1)). Ketiga, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi" (Pasal 11 Ayat (1)). Keempat, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun" (Pasal 11 Ayat (2)).

Masalahnya hingga saat ini pemerintah belum dapat melaksanakan program pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat bahkan rencana anggaran 20% untuk pendidikan juga belum dapat direalisasikan। Dan kini pemerintah dihadapkan lagi pada tambahan persoalan pendidikan yang lebih besar yaitu keluaran atau output pendidikan yang sekarang ini banyak menjadi pengangguran, dan pengangguran sebagai salah satu penyebab adanya kemiskinan dan ketertinggalan di negeri ini.

Problem Besar Pendidikan Di Indonesia Sekarang Adalah Melonjaknya Jumlah Sarjana Yang Menjadi Pengangguran

Pada tanggal 6 Februari 2008 lalu di sebuah koran harian ternama di Indonesia, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal, mengutip data Badan Pusat Statistik, mengatakan, hingga Februari 2007, jumlah sarjana yang menganggur sebanyak 409।890 orang. Belum lagi lulusan diploma III yang belum mendapatkan pekerjaan sebanyak 179.231 orang serta diploma I dan diploma II yang menganggur berjumlah 151.085 orang. Total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 740.206 orang.

Angka-angka tersebut bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006 (hingga Agustus). Pada tahun tersebut angka sarjana yang menganggur sebanyak 183.629 orang. Adapun untuk lulusan diploma III sebanyak 94.445 orang serta lulusan diploma I dan diploma II berjumlah 130.519 orang. Total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 408.593 orang.

Bapak Fasli Jalal mengatakan, data itu berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik terhadap lulusan pendidikan tinggi yang belum bekerja, tidak mempunyai usaha tertentu, dan terbuka kemungkinan sedang transisi berpindah kerja।

Tidak terserapnya lulusan pendidikan tinggi tersebut antara lain disebabkan kompetensi lulusan yang masih rendah atau tidak sesuai kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan standar nasional guna menjamin kualitas lulusan.

Tetapi harus dingat pula bahwa problem diatas belum menyangkut pengangguran yang dialami oleh generasi yang hanya memperoleh pendidikan dasar dan menengah yang mereka tidak sempat atau tidak bisa mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. Jadi bila ditambahkan pastilah jumlahnya menjadi semakin besar sekali.

Pendidikan Kewirausahaan Adalah Pendidikan Yang Menciptakan Kemandirian

Untuk menjawab problem keluaran pendidikan yang banyak menjadi pengangguran terdidik tersebut pemerintah atau praktisi pendidikan harus memasukkan materi kewirausahaan dalam kurikulum pendidikan nasional. Karena dalam pendidikan kewirausahaan berorientasi menciptakan orang untuk bisa mandiri. Bisa saja ruh kewirausahaan menjadi orientasi pada semua materi/pelajaran pendidikan, di samping menjadi materi/pelajaran tersendiri dalam kurikulum pendidikan nasional. Dan hal ini berlaku pada semua jenjang pendidikan di Indonesia. Kewirausahaan atau entrepreneurship perlu dipelajari generasi muda secara serius untuk membangun masyarakat sejahtera di masa depan. Potensi untuk mengembangkan kewirausahaan itu bisa dilakukan melalui pendidikan yang diprogramkan dengan cara atau metode yang tepat.

Dengan tumbuhnya jiwa wirausaha dalam diri generasi muda, mereka akan menjadi orang yang mandiri yang tidak lagi terfokus menjadi generasi pencari kerja semata yang justru selama ini menghasilkan banyak pengangguran terdidik. Pendidikan kewirausahaan memberi bekal supaya generasi muda menjadi kreatif melihat peluang usaha dari kondisi-kondisi yang ada serta menemukan cara untuk bisa memasarkan dan mengembangkan peluang usaha itu.

Jika Indonesia tidak memasukkan program kewirausahaan kedalam kurikulum pendidikan nasional dari sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, maka Indonesia akan ketinggalan 25 tahun dibandingkan dengan Malaysia. Indonesia perlu harus mempersiapkan lahirnya wirausahawan baru (New Entrepreneur) karena merekalah yang akan mendorong pengentasan kemiskinan, menghapus pengangguran, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Mengutip pendapat sosiolog David McClelland, dia mengatakan suatu negara bisa menjadi makmur bila memiliki sedikitnya 2% dari wirausahawan dari jumlah penduduknya. Dari data statistik, saat ini Indonesia diperkirakan memiliki 400.000 wirausahawan atau 0,18% dari total jumlah penduduk.

Indonesia membutuhkan waktu 25 tahun untuk mencapai target jumlah pengusaha yang ideal 2% dari jumlah penduduk tersebut. Jadi butuh satu generasi untuk mencapainya, Menurut pengusaha Ciputra. Untuk mencapai target ideal tersebut pendidikan kewirausahaan harus dimulai sejak dini, sejak anak berada pada tingkatan sekolah yang paling dasar. Agar lulusan sekolah tidak tergantung pada pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan, wirausaha merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran.

Wallahu’alam bisshawwab,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Copyright ©2008-mustaqim.